Medan, 29 September 2011
11 : 51 : 49
Hey semua~
ada apa dengan author blog ini ya? Berasa sunyi senyap sepi gundah gulana, hehe aku juga sih jarang nyumbang tulisan, soalnya sekarang aku lagi sibuk (cuih bahasanyaa, hahaha), sibuk dengan blog sendiri lebih tepatnya. Hayoo, bagaimana dengan authors lain, apa kabarnya?
Well, hari ini aku pengen sedikit curcol bole dong ya~ tentang hari-hari dimana aku merasa gagal. Ceritanya, mahasiswi depresi ini sudah berhasil melepas statusnya sebagai seorang mahasiswi. Next step, pertanyaan muncul, "Mau jadi apa aku setelah gelar ini di dapat?", Aku sedikit menyesal pernah berpikir mencari pekerjaan itu mudah, semudah ketika kamu menghabiskan uang orang tua (hayo ngaku.. hhe). Beberapa tahun lalu, seorang sepupuku lulus dan dia baru mendapatkan pekerjaan setelah 8 bulan menjajakan ijazahnya. Aku berharap aku tak mengalami hal sepertinya, dan ternyata setelah lebih dari 5 bulan menjajakan ijazah, aku masih dalam posisi "fresh graduates".
Aku jadi bertanya, "Apa guna ijazah yang ku peroleh ini? Apa guna IPK cumlaude yang berhasil aku dapatkan?", Pertanyaan paling menyedihkan yang bisa aku ajukan pada diri sendiri adalah "Kemampuan apa yang aku miliki setelah hampir 4 tahun kuliah disana?"
Kenapa aku bertanya seperti itu?
Karna hampir 90% perusahaan yang membuka kesempatan buat anak-anak baru seperti aku ini untuk mengikuti tes kerja, tes pertama yang diadakan adalah psikotes! Artinya, ijazah itu hanya sebagai salah satu syarat berkas. Hanya BERKAS! Yah, kasarnya ijazah itu digunakan untuk seleksi berkas, selebihnya hasil tes yang menentukan aku bisa bekerja atau tidak dalam perusahaan tersebut. Sedihnya, yang dites pertama bukan skill, tapi kondisi psikologis kita, apakah kepribadianku sesuai dengan budaya perusahaan mereka?
Setelah psikotes, kemudian wawancara kerja. Hey, jangan senang dulu, lagi-lagi disini dipertanyakan pengalamanku, ntah itu organisasi ataupun magang. Well, bagi yang waktu kuliah kehidupannya hanya kampus-rumah-kampus, bisa jawab apa? Untungnya memang, aku beberapa kali aktif dikampus, tapi sekali lagi, itu tidak cukup. Disini, aku sedikit menyesali karena waktuku kuliah, sebagian besar dihabiskan untuk fokus dengan kuliahku tanpa berpikir mau ambil kerja sampingan dsb. Padahal itu semua bisa jadi pengalamanku, yaah, waktu ga bisa diulang kembali kan?
Yang paling bikin stres adalah kemampuan english ku yang pas-pasan. Dari SD sebenarnya aku udah les bahasa inggris, kemudian sejak SMP berhenti sampe sekarang engga pernah belajar lagi. Memang si ya di sekolah belajar juga, di kampus juga belajar kok, tapi namanya bahasa, kalo ga digunakan sehari-hari ya tetep aja kabur.
Itulah beberapa penyebab, menurutku, kenapa aku bisa gagal dalam perjuangan ini. Well, let me say, bukan gagal, tapi belum berhasil. Karena aku menyadari penyebab ini, aku kembali menata diri sendiri. Aku tidak mempersalahkan prosedur perekrutan dan sebagainya. Akunya saja yang mungkin secara pribadi belum siap bersaing..
Tapi, bukan berarti aku kalah, aku masih terus mencoba. dan buat kalian yang membaca ini, dan sedang berada di posisi yang sama denganku, percayalah, ke depan ada rencana indah yang Tuhan persiapkan untuk kita, untuk itu, pantaskan diri untuk menjalankannya. Tetap semangat! Jangan menyerah~~ FIGHTING!
P.S
Jangan lupa berkunjung ke rumahku !
P.S
Jangan lupa berkunjung ke rumahku !
With love,
MAHASISWI DEPRESI
-------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------
Edited : 17 November 2015
tiba tiba rindu main ke rumah lama, si mahasiswi depresi, yang alhamdulillah sekarang ga depresi lagi, hehe
setelah perjuangan panjang, Allah menjawab semua usahaku.
buat temen gak sengaja mampir kesini, dan sedang berjuang. jangan menyerah ya, hal yang terbaik akan datang disaat yang tepat dan mungkin tidak kita sangka-sangka. REJEKI memang Allah yang sudah mengatur, tapi kita sebagai manusia harus berusaha menjemputnya, menghampiri pintu rejeki yang sudah dipersiapkan-Nya.
with love,
Ika Rizki Nirwana